Impor
Daging VS Swasembada Daging Sapi 2014
Impor daging merupakan hal yang
sudah tidak asing didengarkan oleh masyarakat Indonesia. Dewasa ini impor
daging telah membooming karena sebuah kontroversi dari salah satu public.
Perbicangan impor daging oleh semua kalangan masyarakat memberikan efek negatif
dan efek positif bagi pemerintah. Karena hal tersebut dapat membantu pemerintah
dalam menjalankan misinya menuju Swasembada Daging Sapi 2014 yang pada tahun
2005 dan 2010 belum sempat digapai.
Peningkatan jumlah penduduk dan
perbaikan taraf hidup masyarakat akan meningkatkan pola konsumsi termasuk
konsumsi daging sapi. Peningkatan tersebut tidak diseimbangkan dengan produksi
daging sapi nasional, sehingga mempengaruhi tingkat impor daging sapi. Menurut
data Ditjen Peternakan (2010) 20,4% kebutuhan daging nasional dipenuhi dari
daging sapi, namun disayangkan 30% diantaranya berasal dari impor luar negeri.
Impor daging juga disebabkan karena harga daging sapi impor lebih murah
daripada harga daging sapi domestik (Ronita, A, 2012) , oleh karena itu
konsumen akan berpindah ke daging sapi impor yang harganya jauh lebih murah
dibandingkan dengan daging sapi domestik.
Laju peningkatan konsumsi daging
sapi yang mencapai 4,43%, dibandingkan dengan laju peningkatan produksi sapi
potong sebesar 2,33%, maka dalam jangka panjang diperkirakan terjadi kekurangan
produksi akibat adanya pengurasan ternak sapi yang berlebihan, sehingga masih
disuplai dari impor sebesar 8.912.111 ton ( tahun 2001) (Priyatno, 2005). Pada
tahun 2001 telah mencapai 8.912.111 ton yang artinya jika setiap tahun konsumen
daging sapi bertambah maka tingkat impor produk peternakan akan meningkat.
Peningkatan konsumsi daging sapi salah satunya adalah meningkatnya pendapatan
per kapita masyarakat. Apabila pemerintah tidak mengupayakan pengendalian
populasi dan pengembangan usaha melalui beberapa kebijakan dalam rangka
mempertahankan penyediaan daging sapi lokal secara kontinyu Indonesia akan
tetap menjadi negara Importir terbesar. Indonesia merupakan negara importir
produk peternakan sebagai akibat kurangnya pasokan daging nasional ( Ditjen
Peternakan, 1998).
Kasus impor daging saat ini justru
menyebabkan peningkatan harga daging sapi yang sangat tinggi, sehingga dapat
menyebabkan prinsip ASUH ( Aman, Sehat, Halal, Utuh ) akan menghilang. Harga
daging sapi mencapai Rp.85.000-Rp.90.000/kg dan paling mahal se-ASEAN. Harga
daging tersebut dua kali lipat dari Malaysia, Singapura, Laos, Vietnam, dan
Filipina dengan harga Rp. 33-35ribu/kg. Masyarakatpun selalu direndung sebuah
kecurigaan dalam mengkonsumsi daging sapi. Hal ini dapat menurunkan daya
sanggup pemerintah dalam mewujudkan swasembada daging sapi 2014. Terdapat
beberapa hal yang mendorong negara Indonesia dalam impor daging selain
kurangnya pasokan daging sapi nasional (domestik). Pemerintah selama ini hanya
melakukan imortasi daginng sapi dari dua negara yaitu Australia dan Selandia
Baru dengan alasan kebijakan country based atau mengimpor daging sapi berbasis
keamanan kesehatan disatu negara bukan berbasis zona. Sesuai penjelasan Ketua
Umum Komite Daging Sapi Jakarta Raya Sarman Simanjorang beralasan produk daging
sapi India dan Brazil tidak dapat masuk ke Indonesia. Kedua negara tersebut
belum bebas dari penyakit mulut dan kuku (PMK), meskipun beberapa zona
dinyatakan aman.(Detikfinance).
Dengan adanya kasus impor daging
sapi yang menimbulkan peningkatan drastis harga daging sapi seharusnya
masyarakat dan pemerintah tanggap akan masalah tersebut. Hal ini merupakn kesempatan
emas bagi peternak di Indonesia untuk meningkatkan produksi ternak, dan
pemerintah mudah untuk mewujudkan Swasembada Daging Sapi 2014.
Peningkatan jumlah tersebut
tercermin dari peningkatan konsumsi daging sapi dari sebesar 1,95 kg per kapita
pada tahun 2007 menjadi 2 kg per kapita pada tahun 2008 dan meningkat menjadi
2,24 kg per kapita pada tahun 2009. Peningkatan konsumsi ini berdampak pada
meningkatnya kebutuhan daging sapi dan jeroan dari 455.755 ton pada tahun 2008
menjadi 516.603 ton pada tahun 2009 (BPS dan Statistik Peternakan, 2009).
Konsumsi daging sebagian besar yaitu sekitar 80% berada di perkotaan, yang
jumlah konsumsi perindividunya cukup besar. Sementara, masyarakat perdesaan
mengkonsumsi daging sapi dalam bentuk bakso yang proporsi dagingnya sangat
rendah, yaitu kurang dari 20% sebagian besar masyarakat perdesaan mengkonsumsi
campuran bakso yang berupa jeroan seperti jantung, sehingga importasi jeroan
dari Australia ke Indonesia meningkat.
Produksi daging sapi lokal selama
kurun waktu 2005 sampai dengan 2009 sangat fluktuatif yang menunjukkan bahwa
ketersediaan daging yang berasal dari sapi lokal tidak konsisten, yang
sebenarnya selama periode tersebut kebutuhan daging sapi mengalami peningkatan.
Periode tahun 2005-2006 mengalami peningkatan produksi daging lokal sebesar
19,2%, kemudian terjadi penurunan pada tahun 2007 sebesar 18,8% dan selanjutnya
mengalami peningkatan lagi sampai dengan tahun 2009 dengan rata-rata
peningkatan sebesar 9,1%. Dibawah ini merupakan gambar jumlah penduduk dan
permintaan daging sapi dari tahun per tahun.

(BAPPENAS,
2010)
Swasembada Daging Sapi 2014 yang
dilakukan oleh pemerintah merupakan upaya yang sangat relevan untuk ketahanan
pangan, dengan mengurangi ketergantungan impor sampai pada batas 10% dari
kebutuhan. Impor daging yang selama ini dilakukan tidak lain untuk mengisi
excess demand agar harga tertinggi (ceiling price) dapat dijangkau oleh
masyarakat. Penetapan ceiling price yang bertujuan untuk melindungi konsumen,
ternyata di sisi lain dapat menjadi disinsentif bagi peternak untuk memelihara
sapi. Oleh karena itu perlu ada target produksi ( dari sisi suplai ) dan target
konsumsi ( dari sisi demand ) yang seimbang, agar swasembada daging sapi dapat
terwujud. (BAPPENAS, 2010)
Untuk memenuhi Swasembada Daging
Sapi 2014 Pemerintah membuat sebuah sasaran data tahun 2012 dan 2013 dalam
peningkatan konsumsi daging sapi.
|
No
|
Uraian
|
2012
|
2013
|
Pertumbuhan
|
|
I
|
Konsumsi
|
|
|
|
|
1
|
Per
kapita per tahun (kg)
|
1,984
|
2,106
|
6,13%
|
|
2
|
Total
konsumsi (000 ton)
|
484,07
|
521,41
|
7,71%
|
|
|
|
|
|
|
|
II
|
Produksi
daging (000 ton)
|
484,05
|
521,41
|
7,72%
|
|
|
|
|
|
|
|
1
|
Produk
lokal
|
399,32
|
449,28
|
12,51%
|
|
2
|
Impor
|
84,74
|
72,13
|
-14,88%
|
|
|
Proporsi
impor daging (%)
|
17,51
|
13,83
|
-20,97%
|
|
|
Ex
sapi bakalan ( daging ) setara ekor
|
282.596
|
213.925
|
-24,30%
|
|
|
Daging
|
33,97
|
30,49
|
-10,25%
|
|
III
|
Populasi(ekor)
|
17.946.114
|
18.806.907
|
4,80%
|
|
1
|
Sapi
potong
|
15.995.946
|
16.816.218
|
5,13%
|
|
2
|
Sapi
perah
|
630.326
|
661.353
|
4,92%
|
|
3
|
Kerbau
|
1.319.842
|
1.329.336
|
0,72%
|
(Ditjen
Peternakan dan Kesehatan Hewan, 2012)
By
: Aulia Meilani ( Staff Ahli Keprofesian ISMAPETI )
Maaf Lupa Daftar Pustaka nya... masih belajar
BalasHapusLucky Club Casino Site - Online casino site
BalasHapusLucky Club is a new online casino with a new casino, site and games, plus a 카지노사이트luckclub generous welcome bonus. Come play for a chance to win cash!