Jumat, 15 Maret 2013

Impor Daging VS Swasembada Daging 2014



Impor Daging VS Swasembada Daging Sapi 2014
            Impor daging merupakan hal yang sudah tidak asing didengarkan oleh masyarakat Indonesia. Dewasa ini impor daging telah membooming karena sebuah kontroversi dari salah satu public. Perbicangan impor daging oleh semua kalangan masyarakat memberikan efek negatif dan efek positif bagi pemerintah. Karena hal tersebut dapat membantu pemerintah dalam menjalankan misinya menuju Swasembada Daging Sapi 2014 yang pada tahun 2005 dan 2010 belum sempat digapai.
            Peningkatan jumlah penduduk dan perbaikan taraf hidup masyarakat akan meningkatkan pola konsumsi termasuk konsumsi daging sapi. Peningkatan tersebut tidak diseimbangkan dengan produksi daging sapi nasional, sehingga mempengaruhi tingkat impor daging sapi. Menurut data Ditjen Peternakan (2010) 20,4% kebutuhan daging nasional dipenuhi dari daging sapi, namun disayangkan 30% diantaranya berasal dari impor luar negeri. Impor daging juga disebabkan karena harga daging sapi impor lebih murah daripada harga daging sapi domestik (Ronita, A, 2012) , oleh karena itu konsumen akan berpindah ke daging sapi impor yang harganya jauh lebih murah dibandingkan dengan daging sapi domestik.
            Laju peningkatan konsumsi daging sapi yang mencapai 4,43%, dibandingkan dengan laju peningkatan produksi sapi potong sebesar 2,33%, maka dalam jangka panjang diperkirakan terjadi kekurangan produksi akibat adanya pengurasan ternak sapi yang berlebihan, sehingga masih disuplai dari impor sebesar 8.912.111 ton ( tahun 2001) (Priyatno, 2005). Pada tahun 2001 telah mencapai 8.912.111 ton yang artinya jika setiap tahun konsumen daging sapi bertambah maka tingkat impor produk peternakan akan meningkat. Peningkatan konsumsi daging sapi salah satunya adalah meningkatnya pendapatan per kapita masyarakat. Apabila pemerintah tidak mengupayakan pengendalian populasi dan pengembangan usaha melalui beberapa kebijakan dalam rangka mempertahankan penyediaan daging sapi lokal secara kontinyu Indonesia akan tetap menjadi negara Importir terbesar. Indonesia merupakan negara importir produk peternakan sebagai akibat kurangnya pasokan daging nasional ( Ditjen Peternakan, 1998).
            Kasus impor daging saat ini justru menyebabkan peningkatan harga daging sapi yang sangat tinggi, sehingga dapat menyebabkan prinsip ASUH ( Aman, Sehat, Halal, Utuh ) akan menghilang. Harga daging sapi mencapai Rp.85.000-Rp.90.000/kg dan paling mahal se-ASEAN. Harga daging tersebut dua kali lipat dari Malaysia, Singapura, Laos, Vietnam, dan Filipina dengan harga Rp. 33-35ribu/kg. Masyarakatpun selalu direndung sebuah kecurigaan dalam mengkonsumsi daging sapi. Hal ini dapat menurunkan daya sanggup pemerintah dalam mewujudkan swasembada daging sapi 2014. Terdapat beberapa hal yang mendorong negara Indonesia dalam impor daging selain kurangnya pasokan daging sapi nasional (domestik). Pemerintah selama ini hanya melakukan imortasi daginng sapi dari dua negara yaitu Australia dan Selandia Baru dengan alasan kebijakan country based atau mengimpor daging sapi berbasis keamanan kesehatan disatu negara bukan berbasis zona. Sesuai penjelasan Ketua Umum Komite Daging Sapi Jakarta Raya Sarman Simanjorang beralasan produk daging sapi India dan Brazil tidak dapat masuk ke Indonesia. Kedua negara tersebut belum bebas dari penyakit mulut dan kuku (PMK), meskipun beberapa zona dinyatakan aman.(Detikfinance).
            Dengan adanya kasus impor daging sapi yang menimbulkan peningkatan drastis harga daging sapi seharusnya masyarakat dan pemerintah tanggap akan masalah tersebut. Hal ini merupakn kesempatan emas bagi peternak di Indonesia untuk meningkatkan produksi ternak, dan pemerintah mudah untuk mewujudkan Swasembada Daging Sapi 2014.
            Peningkatan jumlah tersebut tercermin dari peningkatan konsumsi daging sapi dari sebesar 1,95 kg per kapita pada tahun 2007 menjadi 2 kg per kapita pada tahun 2008 dan meningkat menjadi 2,24 kg per kapita pada tahun 2009. Peningkatan konsumsi ini berdampak pada meningkatnya kebutuhan daging sapi dan jeroan dari 455.755 ton pada tahun 2008 menjadi 516.603 ton pada tahun 2009 (BPS dan Statistik Peternakan, 2009). Konsumsi daging sebagian besar yaitu sekitar 80% berada di perkotaan, yang jumlah konsumsi perindividunya cukup besar. Sementara, masyarakat perdesaan mengkonsumsi daging sapi dalam bentuk bakso yang proporsi dagingnya sangat rendah, yaitu kurang dari 20% sebagian besar masyarakat perdesaan mengkonsumsi campuran bakso yang berupa jeroan seperti jantung, sehingga importasi jeroan dari Australia ke Indonesia meningkat.
            Produksi daging sapi lokal selama kurun waktu 2005 sampai dengan 2009 sangat fluktuatif yang menunjukkan bahwa ketersediaan daging yang berasal dari sapi lokal tidak konsisten, yang sebenarnya selama periode tersebut kebutuhan daging sapi mengalami peningkatan. Periode tahun 2005-2006 mengalami peningkatan produksi daging lokal sebesar 19,2%, kemudian terjadi penurunan pada tahun 2007 sebesar 18,8% dan selanjutnya mengalami peningkatan lagi sampai dengan tahun 2009 dengan rata-rata peningkatan sebesar 9,1%. Dibawah ini merupakan gambar jumlah penduduk dan permintaan daging sapi dari tahun per tahun.
(BAPPENAS, 2010)
            Swasembada Daging Sapi 2014 yang dilakukan oleh pemerintah merupakan upaya yang sangat relevan untuk ketahanan pangan, dengan mengurangi ketergantungan impor sampai pada batas 10% dari kebutuhan. Impor daging yang selama ini dilakukan tidak lain untuk mengisi excess demand agar harga tertinggi (ceiling price) dapat dijangkau oleh masyarakat. Penetapan ceiling price yang bertujuan untuk melindungi konsumen, ternyata di sisi lain dapat menjadi disinsentif bagi peternak untuk memelihara sapi. Oleh karena itu perlu ada target produksi ( dari sisi suplai ) dan target konsumsi ( dari sisi demand ) yang seimbang, agar swasembada daging sapi dapat terwujud.  (BAPPENAS, 2010)
            Untuk memenuhi Swasembada Daging Sapi 2014 Pemerintah membuat sebuah sasaran data tahun 2012 dan 2013 dalam peningkatan konsumsi daging sapi.        
No
Uraian
2012
2013
Pertumbuhan
I
Konsumsi



1
Per kapita per tahun (kg)
1,984
2,106
6,13%
2
Total konsumsi (000 ton)
484,07
521,41
7,71%





II
Produksi daging (000 ton)
484,05
521,41
7,72%





1
Produk lokal
399,32
449,28
12,51%
2
Impor
84,74
72,13
-14,88%

Proporsi impor daging (%)
17,51
13,83
-20,97%
  1.  
Ex sapi bakalan ( daging ) setara ekor
282.596
213.925
-24,30%
  1.  
Daging
33,97
30,49
-10,25%
III
Populasi(ekor)
17.946.114
18.806.907
4,80%
1
Sapi potong
15.995.946
16.816.218
5,13%
2
Sapi perah
630.326
661.353
4,92%
3
Kerbau
1.319.842
1.329.336
0,72%
(Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, 2012)
By : Aulia Meilani ( Staff Ahli Keprofesian ISMAPETI )

             

2 komentar:

  1. Maaf Lupa Daftar Pustaka nya... masih belajar

    BalasHapus
  2. Lucky Club Casino Site - Online casino site
    Lucky Club is a new online casino with a new casino, site and games, plus a 카지노사이트luckclub generous welcome bonus. Come play for a chance to win cash!

    BalasHapus